Kamis, 29 Maret 2012

Fikir


Senandung cairan kental yang mengalir
Serasa manis dan tak berpahit
Hasil isapan-isapan lembut
Dari sari puspa yang elok
Sengatanpun tak menjadikan lara
Bahkan menjadikan raga tetap terjaga
Tak lelah otak berfikir
Memutar balik kenyataan insan
Apa yang membuat
Semua ini istimewa



Jepara, 28 Mei 2008

Flashback

Seringkali kita sebagai pelaku seni peran mangabaikan metode dasar keaktoran. Mungkin saat ini kita sudah menguasai betul metode-metode tersebut, sehingga dengan sangat lihai dan kelihatan mahir memainkan berbagai jenis karakter. Kadang seorang pelaku seni peran pun terlena dengan keadaan, merasa menguasai lalu   membiarkan keahlian tersimpan dalam "almari".
Ada beberapa contoh kasus, dan salah satunya adalah tentang meditasi. Terlena dengan keadaan, artinya kasus kali ini adalah intensitas proses (dalam hal penggarapan naskah) sangat lah menurun, malah sama sekali tidak ada proses. Ditambah berfikir bahwa latihan dasar hanya untuk kalau ada proses penggarapan naskah ternyata itu adalah pemikiran yang sangat celaka. Kali ini saya membuktikannya sendiri, saya memang manusia biasa kadang khilaf. Mungkin ini tahap pembelajaran yang saya jalani, masih mencari bentuk proses, tetapi saya beranggapan bahwa ini tidak boleh menjadi sebuah permakluman. Sangat ironis sekali bahwa satu tahun terakhir tidak ada pentas teater yang saya ikuti, kalau sempat proses memang ada, tetapi itu bisa dihitung jari intensitasnya. Saat ini saya memulai lagi proses penggarapan naskah. Merasa malu, bingung, canggung dan apapun lah perasaan yang merujuk ke emosi kebingungan beberapa waktu yang lalu ketika baru memulai tahap reading. Saya merasa kesulitan untuk masuk ke dunia naskah. Meditasi mengingat masa lalu (sesuai kondisi emosi adegan dan karakter) sebuah metode yang sangat dasar saya korek sesaat dan saya mulai masuk dalam dunia naskah. Celakanya adalah ketika dicut oleh sutradara, saya merasa mengambang, tidak bisa cepat mengembalikan siapa diri saya yang sebenarnya, gelisah hampir sama seperti orang kesurupan dan badan terasa kesemutan dari ujung kepala hingga ke ujung kaki.
Agak aneh memang, tetapi ini memang akibat pemikiran celaka tadi dan proses yang memang serba mendadak. Keep enjoy lah, sebuah teguran serta pembelajaran yang sangat berharga bagi saya dan mungkin bagi kita semua.
Hargai dan nikmati proses kuncinya.

Rabu, 28 Maret 2012

Menjadi "Diri Sendiri"

Ada beberapa pembahasan sebenarnya dalam 3 hari terakhir ini dengan beberapa kawan (sebenarnya mereka seorang guru bagiku, tetapi sekarang lebih senang disebut kawan) yaitu salah satunya tentang bagaimana seharusnya kita berperan/memainkan peran dalam penggarapan sebuah naskah.
Seorang kawan berpendapat misalkan dalam sebuah penggarapan naskah teater, yaitu dalam memainkan peran/tokoh tidak menghilangkan karakter asli seorang aktor/aktris, tetapi yang ditonjolkan adalah isu yang diangkat dalam naskah tersebut apakah tidak lebih enak dan enjoy bagi seorang aktor/aktris serta lebih enak ditonton bagi penonton tentunya. Sebab banyak kasus yang terjadi (bukan berarti semua) seorang aktor/aktris mampu menguasai tuntutan peran dalam naskah, tetapi itu hanya sekedar raga, sedangkan sukma dalam tokoh belum bisa dikuasai pemeran sehingga yang terjadi adalah kekuatan karakternya cenderung melemah karena terbagi antara konsen ke karakter (raga) tanpa diimbangi sukma dalam tokoh.
Saya pun mencoba bertanya, apakah nantinya tidak timbul opini dari berbagai kalangan kalau melakukan hal seperti itu?kita sebagai pelaku seni peran tidak bisa memposisikan diri sebagai karakter yang seharusnya ada dalam naskah, tetapi malah lebih berperan menjadi "diri sendiri" yang mengangkat isu dalam naskah.
Seorang kawan menjawab, dia mengambil saya sebagai contoh. Misal dalam sebuah naskah ada peran kakek tua berusia sekitar 80 tahun kalau ini diperankan menurut pendapat di atas tadi akan lebih keluar karakternya, artinya saya sekarang berusia sekitar 20 tahun, memang tidak mungkin karakter kakek tua 80 tahun saya perankan apa adanya dengan kondisi saya sekarang, tetapi yang dimaksut adalah bagaimana saya menjadi "diri saya sendiri" 60 tahun yang akan datang, akan lebih enak dan enjoy tanpa harus konsen raga dan sukma yang mungkin susah (susah bukan berarti tidak mungkin) untuk dicapai. Artinya unsur-unsur dasar keaktoran semacam observasi, pendalaman karakter, dan sebagainya tidak harus dihilangkan meskipun mencoba menjadi "diri sendiri". Sebab bagaimana pun juga yang namanya dasar itu harus tetap ada, bagaimana kita bisa berinjak kalau tidak tahu dimana dasarnya.
Kasus kali ini memang sangat dasar sekali dalam pembelajaran keaktoran, sebenarnya masih banyak sekali teori yang ada, dan semoga timbul banyak kasus lagi sehingga memacu kita untuk tetap memecah dan mencari solusi terbaiknya.
Lets Try ! mari kita mencoba .