Sabtu, 21 Juli 2012

Kaos Lukis Jepara

Citra Dwi Kurniawan
Satu lagi inovasi ditorehkan oleh pekerja seni di Jepara. Kali ini dia mengangkat sebuah produk berupa kaos. Namun, kaos ini berbeda dengan yang biasa beredar di pasaran. Dia adalah Citra Dwi Kurniawan, seorang pelukis yang sudah tidak diragukan lagi eksistensinya. Pelukis yang kesehariannya berkarya di Dapur Seni Jepara ini menyebut produk karyanya "Kaos Lukis Jepara". Produk kaos ini khusus bertemakan go green (lingkungan) dan potensi seni budaya lokal (Jepara). Budaya lokal Jepara yang dimaksud dalam desain kaos ini adalah tidak hanya seni budaya asli kota Jepara, juga seni budaya lain yang singgah di Jepara dan sudah menjadi konsumsi masyarakat Jepara. Sebagai contoh misal seni wayang kulit, atau budaya yang bersangkutan dengan masyarakat keturunan China di Jepara juga masuk dalam kategori desain kaos.
"Bukan seni lukis idealis murni, melainkan perpaduan antara seni grafis dan seni lukis. Ya di tengah-tengahnya kedua seni tersebut, ada unsur grafisnya juga tidak menghilangkan soul yang ada dalam seni lukis dalam segi visualnya", begitu dia memaparkan sedikit gambaran teknis yang dipakai dalam pembuatan kaos. Dalam pameran tunggalnya yang diadakan di Museum RA Kartini Jepara, dia juga menambahkan bahwa misi utama dari kreasi karyanya adalah sebagai kebanggan pribadi dapat mempersembahkan sesuatu (karya) yang berbeda di Jepara. Pameran yang menampilkan kurang lebih sekitar 35 kaos karya Kaos Lukis Jepara ini diselenggarakan pada 17-19 Juli 2012, bekerjasama dengan Ratu Jati Jepara yang nantinya akan menjadi partner show room kaos bersama Dapur Seni milik Citra sendiri.
Citra berharap tidak hanya dia yang nantinya akan bangga memiliki karya kaos lukis, tetapi seluruh masyarakat di Jepara juga ikut bangga dengan karya-karya asli dari kota Jepara.



Minggu, 01 Juli 2012

Wayang Golek Langkung


Mpu Palman, sebuah komunitas musik dari kota ukir Jepara yang mengusung alat musik dari bilah bambu baru-baru ini membuat inovasi yang cukup menarik. Setelah eksistensinya selama kurang lebih 9 tahun terhitung dari sekitar tahun 2003 berdirinya komunitas ini, mereka mencoba menghidupkan kembali "gairah" berkeseniannya dengan mengangkat tema garapan wayang. Mereka menyebutnya Wayang Golek Langkung. Dengan badan yang terbuat dari bambu dan kepala yang terbuat dari bathok (tempurung kelapa). Nama Wayang Golek Langkung mempunyai filosofis yang cukup mendalam. Selain memang diambil dari bentuknya  yang seperti Wayang Golek, kata Golek juga berarti dalam bahasa Jawanya yaitu golek atau dalam bahasa Indonesia yaitu mencari. Sedangkan kata Langkung yang dalam bahasa Jawa berarti luwih/kaluwihan atau dalam bahasa Indonesia yaitu lebih/kelebihan. Sehingga nama Wayang Golek Langkung bisa diartikan mencari kelebihan. Mencari kelebihan yang dimaksud adalah mencari kelebihan di dunia.

Lebih pintar, lebih berguna bagi masyarakat luas, juga lebih siap menghadapi hidup setelah kehidupan (kematian), berharap menjadi insan yang tidak tergolong orang yang merugi. Sesuai komitmen
anggota sendiri yang memang sepakat bahwa mencari ilmu
atau belajar itu dari jabang bayi abang nganti tumekaning akhir (dari lahir sampai meninggal). Cerita yang diangkat dalam penggarapan wayang juga tak jauh dari tema-tema sosial budaya, kesenian, dan masyarakat sekitar. Mpu Palman sendiri selama ini lebih dikenal dengan garapan musik macapat gagrak pesisiran yang berbeda dengan model Surakarta, Yogyakarta, bahkan Semarang. Perbedaan yang sangat menyolok yaitu pada tempo lagu. Kalau macapat biasanya bertempokan lambat dan halus, maka di tangan Mpu Palman macapat menjadi bertempo lebih cepat dan bersemangat sesuai kondisi masyarakat pesisir.
Ada 10 anggota yang sekarang berproses di komunitas Mpu Palman. Antara lain Kustam Ekajalu, N. H. Tauchid, Albert Hermanto, Furi Dalam Hujan, Ihwan Arfianto, Solikul Muhammad, Yudi Yusmansyah, Erma Khikmatul Laili, Eris J. Azhari dan seorang konseptor sekaligus pendiri dan pembina Mpu Palman Ramatyan Sarjono, yang tetap setia menjaga keutuhan Mpu Palman dari generasi ke-1 hingga generasi ke-3 (sekarang). Karena memang Mpu Palman sendiri telah berganti anggota beberapa kali.
Mereka berharap bahwa Wayang Golek Langkung akan menjadi alternatif atas "lesunya" proses kesenian di Jepara pada khususnya. Sehingga para pekerja seni lebih tergugah kembali menghidupkan "gairah" berkesenian di Jepara.