Mpu Palman, sebuah komunitas musik dari kota ukir Jepara yang mengusung alat musik dari bilah bambu baru-baru ini membuat inovasi yang cukup menarik. Setelah eksistensinya selama kurang lebih 9 tahun terhitung dari sekitar tahun 2003 berdirinya komunitas ini, mereka mencoba menghidupkan kembali "gairah" berkeseniannya dengan mengangkat tema garapan wayang. Mereka menyebutnya Wayang Golek Langkung. Dengan badan yang terbuat dari bambu dan kepala yang terbuat dari
bathok (tempurung kelapa). Nama Wayang Golek Langkung mempunyai filosofis yang cukup mendalam. Selain memang diambil dari bentuknya yang seperti Wayang Golek, kata Golek juga berarti dalam bahasa Jawanya yaitu
golek atau dalam bahasa Indonesia yaitu mencari. Sedangkan kata Langkung yang dalam bahasa Jawa berarti
luwih/kaluwihan atau dalam bahasa Indonesia yaitu lebih/kelebihan. Sehingga nama Wayang Golek Langkung bisa diartikan mencari kelebihan. Mencari kelebihan yang dimaksud adalah mencari kelebihan di dunia.
Lebih pintar, lebih berguna bagi masyarakat luas, juga lebih siap menghadapi hidup setelah kehidupan (kematian), berharap menjadi insan yang tidak tergolong orang yang merugi. Sesuai komitmen
anggota sendiri yang memang sepakat bahwa mencari ilmu
atau belajar itu dari
jabang bayi abang nganti tumekaning akhir (dari lahir sampai meninggal). Cerita yang diangkat dalam penggarapan wayang juga tak jauh dari tema-tema sosial budaya, kesenian, dan masyarakat sekitar. Mpu Palman sendiri selama ini lebih dikenal dengan garapan musik macapat
gagrak pesisiran yang berbeda dengan model Surakarta, Yogyakarta, bahkan Semarang. Perbedaan yang sangat menyolok yaitu pada tempo lagu. Kalau macapat biasanya bertempokan lambat dan halus, maka di tangan Mpu Palman macapat menjadi bertempo lebih cepat dan bersemangat sesuai kondisi masyarakat pesisir.
Ada 10 anggota yang sekarang berproses di komunitas Mpu Palman. Antara lain Kustam Ekajalu, N. H. Tauchid, Albert Hermanto, Furi Dalam Hujan, Ihwan Arfianto, Solikul Muhammad, Yudi Yusmansyah, Erma Khikmatul Laili, Eris J. Azhari dan seorang konseptor sekaligus pendiri dan pembina Mpu Palman Ramatyan Sarjono, yang tetap setia menjaga keutuhan Mpu Palman dari generasi ke-1 hingga generasi ke-3 (sekarang). Karena memang Mpu Palman sendiri telah berganti anggota beberapa kali.
Mereka berharap bahwa Wayang Golek Langkung akan menjadi alternatif atas "lesunya" proses kesenian di Jepara pada khususnya. Sehingga para pekerja seni lebih tergugah kembali menghidupkan "gairah" berkesenian di Jepara.