Rabu, 28 Maret 2012

Menjadi "Diri Sendiri"

Ada beberapa pembahasan sebenarnya dalam 3 hari terakhir ini dengan beberapa kawan (sebenarnya mereka seorang guru bagiku, tetapi sekarang lebih senang disebut kawan) yaitu salah satunya tentang bagaimana seharusnya kita berperan/memainkan peran dalam penggarapan sebuah naskah.
Seorang kawan berpendapat misalkan dalam sebuah penggarapan naskah teater, yaitu dalam memainkan peran/tokoh tidak menghilangkan karakter asli seorang aktor/aktris, tetapi yang ditonjolkan adalah isu yang diangkat dalam naskah tersebut apakah tidak lebih enak dan enjoy bagi seorang aktor/aktris serta lebih enak ditonton bagi penonton tentunya. Sebab banyak kasus yang terjadi (bukan berarti semua) seorang aktor/aktris mampu menguasai tuntutan peran dalam naskah, tetapi itu hanya sekedar raga, sedangkan sukma dalam tokoh belum bisa dikuasai pemeran sehingga yang terjadi adalah kekuatan karakternya cenderung melemah karena terbagi antara konsen ke karakter (raga) tanpa diimbangi sukma dalam tokoh.
Saya pun mencoba bertanya, apakah nantinya tidak timbul opini dari berbagai kalangan kalau melakukan hal seperti itu?kita sebagai pelaku seni peran tidak bisa memposisikan diri sebagai karakter yang seharusnya ada dalam naskah, tetapi malah lebih berperan menjadi "diri sendiri" yang mengangkat isu dalam naskah.
Seorang kawan menjawab, dia mengambil saya sebagai contoh. Misal dalam sebuah naskah ada peran kakek tua berusia sekitar 80 tahun kalau ini diperankan menurut pendapat di atas tadi akan lebih keluar karakternya, artinya saya sekarang berusia sekitar 20 tahun, memang tidak mungkin karakter kakek tua 80 tahun saya perankan apa adanya dengan kondisi saya sekarang, tetapi yang dimaksut adalah bagaimana saya menjadi "diri saya sendiri" 60 tahun yang akan datang, akan lebih enak dan enjoy tanpa harus konsen raga dan sukma yang mungkin susah (susah bukan berarti tidak mungkin) untuk dicapai. Artinya unsur-unsur dasar keaktoran semacam observasi, pendalaman karakter, dan sebagainya tidak harus dihilangkan meskipun mencoba menjadi "diri sendiri". Sebab bagaimana pun juga yang namanya dasar itu harus tetap ada, bagaimana kita bisa berinjak kalau tidak tahu dimana dasarnya.
Kasus kali ini memang sangat dasar sekali dalam pembelajaran keaktoran, sebenarnya masih banyak sekali teori yang ada, dan semoga timbul banyak kasus lagi sehingga memacu kita untuk tetap memecah dan mencari solusi terbaiknya.
Lets Try ! mari kita mencoba .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar